Si Paling Perfeksionis

    Bismillah ❀️

    Assalamu’alaikum, Maaf ya malam-malam kasih notifikasi. 😌 Semoga tidak bikin rugi ya. Apalagi yang sedang Overthinking. Berujung tak kunjung tidur. 😊

    Terinspirasi dari sebuha buku berjudul Jangan Membuat Masalah Kecil Jadi Masalah Besar karya Richard Carlson. Ternyata banyak sekali masalah kecil yang kita hadapi dalam kehidupan ini tetiba saja menjadi besar. Bahkan sangat besar. Mengapa demikian ? Tentu saja karena pikiran dan cara kita menyikapinya.😣

    Salah satunya, sikap harus sempurna. Sikap ini sering kita kenal dengan istilah “Perfeksionis”. Dibantu AI, Perfeksionis adalah seseorang yang memiliki dorongan kuat untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal yang mereka lakukan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Mereka menetapkan standar yang sangat tinggi dan seringkali merasa cemas atau stres jika standar tersebut tidak tercapai. Ada yang seperti ini ?

    Saya mengenal orang yang demikian. Kehidupannya baik. Segala kegiatan hariannya teratur dan disiplin. Penampilan fisiknya rapih, wangi, dan bersih. Tempat tinggal, khususnya kamar pribadinya harus selalu tertata dan bersih. Kamar mandinya ? Loh ya jangan ditanya, resiiiiiik pol polan. Numpang mandi pun ndak mikir-mikir saya, saking bersihnya😁

    Bahkan, uang di dompet nya harus tertata rapih, tidak boleh terbalik, dan lecek. Sekecil kaos kaki pun diatur bagaimana melipat dan meletakkannya. Semua hal harus berada di tempat yang tepat. Sampailah, pada titik dimana si perfeksionis ini berkeluarga. Pasangannya tidak terlalu jadi beban, karena pasangannya bisa mengimbangi kondisi tersebut. Walau masih kalah jauh sih keperfeksionisannya. πŸ˜‰

    Ketika ada anak, disinilah kecemasan demi kecemasan menghampiri. Bukan karena takut akan masa depan anaknya atau hal lain. Tetapi terganggunya dia akan kondisi rumah yang tidak lagi bisa “Sempurna” semenjak ada anak. Emang ada orang semacam itu ? Faktanya Ada..!

    Padahal, dia tuh sadar dan ngakuin. Tidak akan hidup tentram orang-orang yang menerapkan standar harus sempurna. Karena antara kesempurnaan dan ketenangan sangat bertentangan. Ini adalah masalah besar dan harus segera diatasi dan dilatih solusinya. Memusingkan beberapa hal seperti :

    • Berat badan yang naik. Padahal pasca melahirkan.
    • Remahan biskuit di mobil. Hanya dengan cara ngemil anak-anak bisa kondusif waktu perjalanan.
    • Sedikit goresan di perabot. Goresan kecil karena kena busa cuci piring.
    • Makan tanpa kerupuk. Padahal semua komplit.
    • Kopi atau teh yang sudah dingin. Karena ribet sama kerjaan, kelamman deh minumnya. Mau nambahin ? Sebutin aja biar lega 😁

    Semua hal diatas adalah sesuatu yang bisa di toleransi, dan dianggap sebagai sesuatu yang kita tuh bisa bilang, “Oh, mungkin belum rejeki.” Misal, makanan sudah enak, lengkap semuanya. Hanya karena tidak ada kerupuk, semua yang lezat tadi seolah tidak ada harga dan nikmatnya. Emang boleh selancang itu sama yang Maha memberi Rejeki. Astaghfirullah.πŸ˜’

    Ya udah lah,”Chill” aja kerupuk aja lo. Gitu kata anak muda sekarang. 😁 Bagaimana dengan kopi yang sudah dingin ? padahal, “Aku tuh ga bisa minum kopi dingin, panasnya pun harus pas, ga boleh kepanasan tapi ga boleh juga dingin.” Masak iya kemana-mana bawa pengukur suhu. πŸ€”

    Andai kopi bisa bicara, “Jangan salahkan kopi yang dingin, aku pernah hangat tapi kau diamkan, tapi ini bukan tentang kopi.” Galau ga tuh😁

    Balik lagi yuk..!

    Masalah umum si perfektionis adalah Overthinking. Dari satu kata ini, akan menimbulkan banyak masalah. Tanpa sadar jadi pemarah, pencela, tidak bersyukur, insomnia, bahkan anti sosial. Kok ngeri gitu, padahal kan cuma pengen sempurna. Justru itu,

    Merasa selalu kurang akan mengajak otak untuk berpikir keras. Tidak bisa rileks dengan apa yang sudah terjadi.

    “Kenapa sih tadi aku ga jawab hijau aja, kenapa malah pilih merah. ” Padahal masih bisa di tukar besok. Asal notanya ndak hilang ya kak πŸ˜‰

    “Harusnya aku tadi take ulang aja videonya, pasti lebih banyak viewnya.” Padahal sudah bagus banget, dan viewnya ribuan. 😣

    “Ini belum layak jual , aku ulang resep baru aja lah.” Udah setahun ndak mulai-mulai. Padahal dah banyak yang bilang “Hemm ini enak lo” πŸ€·β€β™‚οΈ

    “Gambar, hapus, gambar , hapus, gambar hapus.” gitu terus we sampe kertasnya tipis . Capek banget dah. πŸ˜’

    “Aku tuh butuh laptop yang proper, kamera HD, dan baground yang estetik. Baru bisa foto produknya.” Kelamaan tau, padahal mah di bantu AI dulu ga ada masalah lo. πŸ˜‰ Toh kalau dah hasilin banyak cuan, bisa tuh modalin semua hal yang dipengen.

    Yakin deh kalau nunggu sempurna, tangga berikutnya tuh ndak akan bisa di langkahin. Terus kudu gimana ? Pertama,

    Selesai lebih baik, daripada sempurna..! Bismillah, dimulai dulu aja, apapun projeknya. Kasih garis besar yang jelas. Setelah selesai, jangan mendadak jadi editor ya. Biar orang yang menilai hasilnya. Ingat, semua akan baik-baik saja tanpa penilaian si perfeksionis. kalau si perfeksionis ini menilai sesuatu, apalagi karyanya sendiri. Yakin deh, kejadian diatas pasti terulang. Eh, tapi kalau orang lain yang nilai pasti ada aja kesalahannya. Ada aja kurangnya. Ada aja kritikannya.

    Atuh bedain, orang nyinyir sama penilai yang baik dan benar. Jangan biang gosip kita suruh nilai. Bubar ntar 😣

    Misal nih, kamu lagi coba resep baru buat jualan. Kopi gitu ya, Ya cari orang yang emang pengalaman jajan kopi nya luas. Kalau kenal sekalian Barista yang pro. “Aku bikin kopi kekinian nih kak, cobain ya. kasih masukan ya kalau ada kurangnya. Biar bisa aku pelajari lagi.” Jangan salah orang ya, “Halah, kopi ya gitu itu mbak, dinilai apanya.” Udah, yang model begini Jangan dibagi. Nyicip ? ga..! ga boleh pokoknya. Cari yang lain. 😌 kalau 7 dari 10 orang bilang kopi kamu enak. Mulai aja jualannya. Jangan nunggu sempurna. Kalau ada yang bilang, “Ini mah kopi kapal api.” Fix kopi kamu bakat terkenal 🀣 jangan malah baper.

    Nulisnya lancar banget nih, padahal masih nunggu ACC buat julan kopi, YTTA (yang tau tau aja, ya) 😁

    Kalau udah melatih yang penting selesai bukan sempurna, langkah kedua :

    Yup, “Memaafkan Kesalahanmu..!” Kok dimaafkan ? Iya, biar lebih tenang, ndak overthinking lagi. Karena kesalahan tidak bisa dilupakan. Ketika ada banyak yang dikerjakan kemudian tidak sempurna. Perasaan bersalah ini akan mendominasi. Lepaskan hal-hal yang menurut kita harus sempurna. Sesungguhnya hanya Allah Yang Maha Sempurna. Bukan Kita, Makhluknya. InsyaAllah semua akan baik-baik saja. Sudah ya, jangan ngejar sempurna. Biar tetep bisa berkarya. Tetap damai, dan mudah memaafkan. Ndak mau kan jadi versi perfeksionis yang lebih akut. Naudzubillah. 😌

    Terimakasih udah luangin waktu, Terimakasih untuk senyum dan semangatnya hari ini.

    Kalau ada salah ketik, maklumin ya, yang penting selesai bukan sempurna 😁

    Wassalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh ❀️

    Berlangganan ke Blog via Email

    Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

    Bergabung dengan 153 pelanggan lain

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Eksplorasi konten lain dari Lara Asih Mulya, S.Pd.

    Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

    Lanjutkan membaca